Saturday, July 21, 2012

Tangisan Awal Ramadhan


Pada umumnya orang Islam di seluruh Indonesia melaksanakan ibadah puasa hari ini. Meskipun ada beberapa penganut aliran yang mendahului puasa. Aku sendiri tak ada persiapan apa-apa untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan tahun ini. Meskipun ditahun-tahun sebelumnya pun tak pernah ada persiapan apa-apa yang begitu berarti. Kalau waktunya puasa ya puasa aja.
Kalau biasanya ada rasa yang berbeda di awal bulan puasa, kali ini tidak untuk aku. Bagaimana tidak, aku bahkan tak bisa ikut melaksanakan pembukaan puasa bersama saudara-saudaraku seagama yang lain. Sebenarnya sudah ada dugaan sebelumnya kalau ini bakal terjadi. Beberapa hari sebelum puasa, datanglah tamu bulanan. Sekalipun menyiksa aku tetap menyambutnya dengan suka cita. Ini adalah anugerah dari Gusti Allah yang diberikan pada para wanita.
Jam tiga pagi sudah ada suara Mama masak. Aku pun bergegas bangun. Pergi menghampiri kamar mandi dan mencuci muka. Teh hangat telah tersaji di meja makan. Gorengan telur dan daging sapi tertata di atas piring bundar bersama cobek berisi sambal kecap.
Mama, Papa, dan Fafa tampak lahap menyantap makan sahur mereka. Senyumanku tersungging di bibir melihat Fafa makan dengan nikmat sekalipun baru bangun tidur dan belum cuci muka. Makanan di piring Fafa pun telah kosong. Minuman panas gandum sereal rasa coklat telah disiapkan Mama spesial buat Fafa.
Sangat kebetulan karena tiga anak perawan dirumah ini kedatangan tamu bulanan bersama-sama. Kedua Mbak ku, Riri dan Rara tidak ada yang bangun sahur. Aku sendiri memang sengaja bangun pagi karena semalam sudah tidur dari jam 9 malam. Akhirnya setelah semuanya selesai sahur, akupun langsung melahap makanan yang tersisa di atas meja.
Seusai sholat subuh, semuanya telah kembali pada bantal empuknya di kamar. Aku sendiri masuk kembali di kamar. Bukan untuk tidur. Melainkan untuk duduk di meja belajar, berhadapan dengan laptop yang terkoneksi signal wifi.
Mentari mulai terik. Perutku pun mulai melilit. Rasa lapar sudah merajalela. Rasanya sudah tidak tahan memasukkan sesuatu pada mulutku. Ada beraneka ragam kue dan cemilan di rumah. Semuanya bisa dimakan. Tapi, aku tidak bisa memakan semua itu sembarangan. Ada si bungsu Fafa yang sedang berlatih puasa penuh. Tanpa sepengetahuan Fafa, aku gigit sedikit demi sedikit wafer yang ada di meja ruang tamu. Clingukan ke kanan dan ke kiri. Makan sambil berdoa semoga Fafa tidak memergokiku makan
Memang Fafa sudah tahu kalau ke tiga kakak perempuannya sedang datang bulan bersamaan. Dia pun sempat merasa iri. Termasuk padaku.
Matahari sudah sampai di atas ubun-ubun. Perutku mulai minta di isi nasi. Riri pun sudah mulai kelaparan, dan pergilah dia ke dapur. Suara minyak goring dipanaskan sampai di kamarku. Lalu mulai tercium harum setelah daging sapi di masukkan dalam minyak panas. Baunya semakin enak di hidungku. Rasanya perutku sudah triak-triak ingin di isi. Aku pun langsung menutup buku yang daritadi ku bacai. Bangunlah tubuhku dari kasur empuk berseprai hijau muda. Pikiranku langsung menuju ke Fafa yang sedang puasa.
Ku lihat dia sedang berbaring di depan TV bersama Mama. Mimik wajahnya mulai suram. Aku tahu dia pun sudah tak tahan sepertiku yang kelaparan. Fafa merengek-rengek minta makan pada Mama. Namun, Mama malah menyuruhnya untuk tidur.
Sebenarnya aku mengerti apa yang sedang di rasakan Fafa melebihi apa yang Mama pikirkan. Aku pun langsung merangkulnya dan mengusap air matanya. Bau daging sapi goring itu semakin menusuk-nusuk hidung.
“Hidungnya di tutupin guling saja biar tidak mencium baunya.” Suruhku pada Fafa.
Fafa pun melakukan apa yang ku perintahkan. Alhasil, matanya malah kembali basah. Tissue ku ambil untuk mengusap air mata dan ingus gadis kecil berambut kriting itu. Aku peluk dia, ku elus-elus rambutnya.
“Masuk kamar aja ya!” Kataku padanya.
Hanya ada gelengan kepala sebagai jawaban tidak padaku. Aku pun merayunya lagi.
“Baca buku yuk!”
“Baca buku apa?”
“Memangnya Novel anak koleksimu sudah dibaca semuanya?”
“Sudah” Jawab Rifa sambil sesegukan.
Di ambilnya buku Jalan Raya Pos karya Pramoedya Ananata Toer yang ada di tangan kananku. Lalu di bolak baliknya buku itu.
“Kamu tidak akan suka buku itu Fa, soalnya itu buku sejarah.” Kataku padanya.
Wajah Fafa semakin merengut dan matanya merah berkaca-kaca. Tubuhnya terlihat sudah tak bertenaga lagi. Aku pun tidak bisa terlalu lama berada di samping Fafa. Fafa suka memakai kipas angin, sedangkan aku sendiri alergi sama angin yang berlebihan. Ku tunggui dia di tempat yang agak jauh dari kipas angin. Bacaan buku yang ku hadapi daritadi tidak dapat sepenuhnya ku pahami karena bentrokan dengan suara TV.
"Besok kita ke Perpustakaan ya, pinjam novel anak-anak yang kayak punyamu." 
"Iya" Jawaban singkat dari bibir kecilnya Fafa
Rasanya sudah lapar banget! Ku putuskan untuk pergi makan di dapur. Fafa memergokiku mencuci sendok yang akan ku gunakan untuk makan. Dia lari menuju kamar Mama lalu mengeluarkan butiran-butiran air bening dari matanya. Aku langsung mengerti penyebab Fafa nangis. Ku hampiri dia di kamar mama. Ku gendong dia, dan ku usapi sisa butiran air di pipi dan ingus yang terus mengucur dari hidung dengan tissue.
Aku merasa sangat kasihan dengan Fafa. Tapi, ini adalah latihan puasa untuknya. Dia sudah kelas 4 SD. Sudah waktunya belajar puasa penuh. Kalau tahun-tahun lalu mungkin baru setengah hari. Aku harap tahun ini Fafa bisa sebulan penuh puasa sampai adzan magrib berkumandang di tiap harinya.
Beberapa jam setelah lapar akhirnya aku bisa bebas makan tanpa takut ketahuan Fafa. Karena dia sudah terlelap tidur di kamar Mamanya. Beberapa jam terjaga, jam 5 sore dia dibangunkan untuk disuruh mandi.
“Mbak, setelah bangun tidur aku sudah nggak laper lagi.” Kata Fafa padaku.
“Makanya, dari tadi aku kan nyuruh kamu tidur supaya laparnya tidak terasa.” Jawabku.
“Kalau begitu besok siang aku mau tidur saja supaya tidak laper.”
“He’em. Kalau sudah masuk sekolah besok, pulang sekolah langsung tidur saja sampai sore supaya nanti tidak terasa laparnya.”
Bedug magrib pun sudah di bunyikan tanda sudah waktunya berbuka. Alhamdulillah… Akhirnya Fafa sudah bisa makan dan minum sepuasnya. Aku pun tersenyum melihatnya makan dengan sangat lahap di depanku. Semoga saja puasa besok diberik kelancaran dan kemudahan dari puasa hari ini.

No comments: