Pada umumnya orang Islam di seluruh Indonesia
melaksanakan ibadah puasa hari ini. Meskipun ada beberapa penganut aliran yang
mendahului puasa. Aku sendiri tak ada persiapan apa-apa untuk menyambut
datangnya bulan Ramadhan tahun ini. Meskipun ditahun-tahun sebelumnya pun tak
pernah ada persiapan apa-apa yang begitu berarti. Kalau waktunya puasa ya puasa
aja.
Kalau biasanya ada rasa yang berbeda di awal bulan
puasa, kali ini tidak untuk aku. Bagaimana tidak, aku bahkan tak bisa ikut
melaksanakan pembukaan puasa bersama saudara-saudaraku seagama yang lain. Sebenarnya
sudah ada dugaan sebelumnya kalau ini bakal terjadi. Beberapa hari sebelum
puasa, datanglah tamu bulanan. Sekalipun menyiksa aku tetap menyambutnya dengan
suka cita. Ini adalah anugerah dari Gusti Allah yang diberikan pada para
wanita.
Jam tiga pagi sudah ada suara Mama masak. Aku pun
bergegas bangun. Pergi menghampiri kamar mandi dan mencuci muka. Teh hangat
telah tersaji di meja makan. Gorengan telur dan daging sapi tertata di atas
piring bundar bersama cobek berisi sambal kecap.
Mama, Papa, dan Fafa tampak lahap menyantap makan
sahur mereka. Senyumanku tersungging di bibir melihat Fafa makan dengan nikmat sekalipun
baru bangun tidur dan belum cuci muka. Makanan di piring Fafa pun telah kosong.
Minuman panas gandum sereal rasa coklat telah disiapkan Mama spesial buat Fafa.
Sangat kebetulan karena tiga anak perawan dirumah
ini kedatangan tamu bulanan bersama-sama. Kedua Mbak ku, Riri dan Rara tidak
ada yang bangun sahur. Aku sendiri memang sengaja bangun pagi karena semalam
sudah tidur dari jam 9 malam. Akhirnya setelah semuanya selesai sahur, akupun
langsung melahap makanan yang tersisa di atas meja.
Seusai sholat subuh, semuanya telah kembali pada
bantal empuknya di kamar. Aku sendiri masuk kembali di kamar. Bukan untuk
tidur. Melainkan untuk duduk di meja belajar, berhadapan dengan laptop yang
terkoneksi signal wifi.
Mentari mulai terik. Perutku pun mulai melilit. Rasa
lapar sudah merajalela. Rasanya sudah tidak tahan memasukkan sesuatu pada
mulutku. Ada beraneka ragam kue dan cemilan di rumah. Semuanya bisa dimakan.
Tapi, aku tidak bisa memakan semua itu sembarangan. Ada si bungsu Fafa yang
sedang berlatih puasa penuh. Tanpa sepengetahuan Fafa, aku gigit sedikit demi
sedikit wafer yang ada di meja ruang tamu. Clingukan ke kanan dan ke kiri.
Makan sambil berdoa semoga Fafa tidak memergokiku makan
Memang Fafa sudah tahu kalau ke tiga kakak
perempuannya sedang datang bulan bersamaan. Dia pun sempat merasa iri. Termasuk
padaku.
Matahari sudah sampai di atas ubun-ubun. Perutku
mulai minta di isi nasi. Riri pun sudah mulai kelaparan, dan pergilah dia ke
dapur. Suara minyak goring dipanaskan sampai di kamarku. Lalu mulai tercium
harum setelah daging sapi di masukkan dalam minyak panas. Baunya semakin enak
di hidungku. Rasanya perutku sudah triak-triak ingin di isi. Aku pun langsung
menutup buku yang daritadi ku bacai. Bangunlah tubuhku dari kasur empuk
berseprai hijau muda. Pikiranku langsung menuju ke Fafa yang sedang puasa.
Ku lihat dia sedang berbaring di depan TV bersama
Mama. Mimik wajahnya mulai suram. Aku tahu dia pun sudah tak tahan sepertiku
yang kelaparan. Fafa merengek-rengek minta makan pada Mama. Namun, Mama malah
menyuruhnya untuk tidur.
Sebenarnya aku mengerti apa yang sedang di rasakan
Fafa melebihi apa yang Mama pikirkan. Aku pun langsung merangkulnya dan
mengusap air matanya. Bau daging sapi goring itu semakin menusuk-nusuk hidung.
“Hidungnya di tutupin guling saja biar tidak mencium
baunya.” Suruhku pada Fafa.
Fafa pun melakukan apa yang ku perintahkan. Alhasil,
matanya malah kembali basah. Tissue ku ambil untuk mengusap air mata dan ingus
gadis kecil berambut kriting itu. Aku peluk dia, ku elus-elus rambutnya.
“Masuk kamar aja ya!” Kataku padanya.
Hanya ada gelengan kepala sebagai jawaban tidak
padaku. Aku pun merayunya lagi.
“Baca buku yuk!”
“Baca buku apa?”
“Memangnya Novel anak koleksimu sudah dibaca semuanya?”
“Sudah” Jawab Rifa sambil sesegukan.
Di ambilnya buku Jalan Raya Pos karya Pramoedya
Ananata Toer yang ada di tangan kananku. Lalu di bolak baliknya buku itu.
“Kamu tidak akan suka buku itu Fa, soalnya itu buku
sejarah.” Kataku padanya.
Wajah Fafa semakin merengut dan matanya merah
berkaca-kaca. Tubuhnya terlihat sudah tak bertenaga lagi. Aku pun tidak bisa
terlalu lama berada di samping Fafa. Fafa suka memakai kipas angin, sedangkan
aku sendiri alergi sama angin yang berlebihan. Ku tunggui dia di tempat yang
agak jauh dari kipas angin. Bacaan buku yang ku hadapi daritadi tidak dapat
sepenuhnya ku pahami karena bentrokan dengan suara TV.
"Besok kita ke Perpustakaan ya, pinjam novel anak-anak yang kayak punyamu."
"Iya" Jawaban singkat dari bibir kecilnya Fafa
"Besok kita ke Perpustakaan ya, pinjam novel anak-anak yang kayak punyamu."
"Iya" Jawaban singkat dari bibir kecilnya Fafa
Rasanya sudah lapar banget! Ku putuskan untuk pergi
makan di dapur. Fafa memergokiku mencuci sendok yang akan ku gunakan untuk
makan. Dia lari menuju kamar Mama lalu mengeluarkan butiran-butiran air bening
dari matanya. Aku langsung mengerti penyebab Fafa nangis. Ku hampiri dia di
kamar mama. Ku gendong dia, dan ku usapi sisa butiran air di pipi dan ingus
yang terus mengucur dari hidung dengan tissue.
Aku merasa sangat kasihan dengan Fafa. Tapi, ini
adalah latihan puasa untuknya. Dia sudah kelas 4 SD. Sudah waktunya belajar
puasa penuh. Kalau tahun-tahun lalu mungkin baru setengah hari. Aku harap tahun
ini Fafa bisa sebulan penuh puasa sampai adzan magrib berkumandang di tiap
harinya.
Beberapa jam setelah lapar akhirnya aku bisa bebas
makan tanpa takut ketahuan Fafa. Karena dia sudah terlelap tidur di kamar
Mamanya. Beberapa jam terjaga, jam 5 sore dia dibangunkan untuk disuruh mandi.
“Mbak, setelah bangun tidur aku sudah nggak laper
lagi.” Kata Fafa padaku.
“Makanya, dari tadi aku kan nyuruh kamu tidur supaya
laparnya tidak terasa.” Jawabku.
“Kalau begitu besok siang aku mau tidur saja supaya
tidak laper.”
“He’em. Kalau sudah masuk sekolah besok, pulang
sekolah langsung tidur saja sampai sore supaya nanti tidak terasa laparnya.”
Bedug magrib pun sudah di bunyikan tanda sudah
waktunya berbuka. Alhamdulillah… Akhirnya Fafa sudah bisa makan dan minum
sepuasnya. Aku pun tersenyum melihatnya makan dengan sangat lahap di depanku. Semoga
saja puasa besok diberik kelancaran dan kemudahan dari puasa hari ini.
No comments:
Post a Comment