Diangkat Dalam Sebuah Film Sang Penari |
Semangat Dukuh Paruk kembali menggeliat sejak Srintil dinobatkan
menjadi ronggeng baru, menggantikan ronggeng terakhir yang mati dua belas tahun
yang lalu. Bagi pendukuhan yang kecil, miskin, terpencil, dan bersahaja itu,
ronggeng adalah perlambang. Tanpanya, dukuh itu merasa kehilangan jati diri.
Dengan segera Srintil menjadi tokoh yang amat terkenal dan digandrungi. Cantik
dan menggoda. Semua ingin pernah bersama ronggeng itu. Dari kaula biasa hingga
pejabat-pejabat desa maupun kabupaten. Namun malapetaka politik tahun 1965
membuat dukuh tersebut hancur, baik secara fisik maupun mental. Karena
kebodohannya, mereka terbawa arus dan divonis sebagai manusia-manusia yang
telah mengguncangkan negara ini. Pedukuhan itu dibakar. Ronggeng beserta para
penabuh calungnya ditahan. Hanya karena kecantikannyalah Srintil tidak
diperlakukan semena-mena oleh para penguasa di penjara itu. Namun pengalaman pahit
sebagai tahanan politik membuat Srintil sadar akan harkatnya sebagai manusia.
Karena itu setelah bebas, ia berniat memperbaiki citra dirinya. Ia tak ingin
lagi melayani lelaki mana pun. Ia ingin menjadi wanita somahan. Dan ketika
Bajus muncul dalam hidupnya, sepercik harapan timbul, harapan yang makin lama
makin membuncah. Tapi, ternyata Srintil kembali terempas, kali ini bahkan
membuat jiwanya hancur berantakan, tanpa harkat secuil pun...
Ronggeng Dukuh Paruk, novel yang diterbitkan tahun 1982 berkisah
tentang pergulatan penari tayub di dusun kecil, Dukuh Paruk pada masa
pergolakan komunis. Karyanya ini dianggap kekiri-kirian oleh pemerintah Orde
Baru, sehingga Tohari diinterogasi selama berminggu-minggu. Hingga akhirnya
Tohari menghubungi sahabatnya Gus Dur, dan akhirnya terbebas dari intimidasi
dan jerat hukum.
Sekilas Mengenai : Ahmad Tohari
Ahmad Tohari dilahirkan di desa Tinggarjaya, Kecamatan Jatilawang,
Banyumas tanggal 13 Juni 1948. Pendidikan formalnya hanya sampai SMAN II
Purwokerto. Namun demikian beberapa fakultas seperti ekonomi, sospol, dan
kedokteran pernah dijelajahinya. Semuanya tak ada yang ditekuninya. Ahmad
Tohari tidak pernah melepaskan diri dari pengalaman hidup kedesaannya yang
mewarnai seluruh karya sastranya.Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini
Hari, dan Jantera Bianglala adalah novel trilogi, yang melukiskan dinamika
kehidupan ronggeng di desa terpencil, Dukuh Paruk. Karya-karya Ahmad Tohari
telah diterbitkan dalam bahasa Jepang, Cina, Belanda dan Jerman. Edisi bahasa
Inggrisnya sedang disiapkan penerbitannya.
\
No comments:
Post a Comment